Pagi ini, sebelum memulai pekerjaan, gw menemukan sebuah blog yang memotivasi gw untuk lebih semangat dalam bekerja. Subhanallah sekali isinya :') Cekidot!
Dalam pandangan Islam,
bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan membawa diri
seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT
maupun di mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam menegaskan bahwa
bekerja merupakan sebuah kewajiban yang setingkat dengan Ibadah. Orang
yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah. Lantaran
manusia yang mau bekerja dan berusaha keras untuk menghidupi diri
sendiri dan keluarganya, akan dengan sendirinya hidup tentram dan damai
dalam masyarakat . Sedangkan dalam pandangan Allah SWT, seorang pekerja
keras (di jalan yang diridhai Allah tentu lebih utama ketimbang orang
yang hanya melakukan ibadah (berdo’a saja misalnya), tanpa mau bekerja
dan berusaha, sehingga hidupnya melarat penuh kemiskinan.
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja,
sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian
dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi
mundur. Rasulullah SAW amat prihatin terhadap para pemalas. Dalam
hadits riwayat Bukhari dan Abu Dawud dikisahkan, bahwa pada suatu hari
beliau menjumpai seorang sahabat sedang duduk bersimpuh di dalam
masjid, ketika semua orang sedang giat bekerja. Maka Beliaupun
bertanya: ”Mengapa engkau berada dalam
masjid di luar waktu shalat, wahai Abu Umamah?” Abu Umamah menjawab:
”Saya bersedih lantaran banyak hutang, wahai Rasulullah”. Lantas beliau
bersabda: ”Mari Aku tunjukkan kepadamu beberapa kalimat, dan jika
engkau membacanya, Allah akan menghapus kesedihanmu dan menjadikan
hutangmu terbayar. Bacalah pada waktu pagi dan sore.”
Do’a tersebut, yang artinya: “Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas,
takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain”. (HR.
Bukhari)
Selang beberapa waktu, ketika Rasulullah bertemu
kembali dengan Abu Umamah, ternyata ia sudah menjadi orang yang periang
dan tidak nampak lagi bersedih hati, sementara hutangnyapun sudah
dilunasinya.
Lunasnya hutang Abu Umamah itu, secara logika
tentunya berkat kerja keras yang dilakukan oleh Abu Umamah itu sendiri,
lantaran rasa malas, lemah, jengkel dan sedih yang selama ini
melingkupi dirinya telah terusir digantikan oleh semangat dan daya
juang yang keras untuk bekerja dan berusaha dalam rangka melunasi
seluruh hutang-hutangnya. Jadi mustahil harta atau uang pembayar hutang
itu datang dengan sendirinya, jika yang bersangkutan tetap
berpangkutangan.
Dalam Firman Allah SWT, yang artinya: “Dialah
Dzat yang telah menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di
segala penjurunva dan makanlah sebagian rezki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S AI-MuIk
(67):15)
“Dan Kami jadikan padanya
kebun-kebun korma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata
air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang
diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”
(Q.S Yaasin(36): 34-35)
”Sesungguhnya mereka yang
beriman dan beramnal shaleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik”. (Q.S
Al-Kahfi(18): 30)
”Maka apabila telah
dilaksanakan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Q.S.
Al-Jumu’ah (62): 10)
”Dan Allah menjadikan bumi
untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas
di bumi ini”. (Q.S Nuh:(71):19-20)
Menyimak beberapa ayat di atas, maka kini menjadi
jelas, bahwa setiap Muslim sesungguhnya dituntut untuk bekerja keras,
dan disarankan untuk menjelajahi bumi Allah yang maha luas ini, dalam
usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, mencari rejeki, menambah pengalaman
dan ilmu pengetahuan agar dapat rnencapai kemuliaan hidup baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
Adapun mengenai keutamaan bekerja dan keutamaan
orang yang giat bekerja keras dijelaskan juga dalam beberapa hadits,
yakni sebagai berikut:
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik
bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil
usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu
makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara
dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”.
Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.”
(HR. Bukhari)
”Apabila kamu selesai shalat fajar (shubuh), maka janganlah kamu tidur meninggalkan rejekimu”. (HR. Thabrani)
”Berpagi-pagilah dalam
mencari rejeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu penuh dengan berkah
dan keherhasilan.” (HR. Thabrani dan Barra’)
“Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal”. (HR. Dailami)
“Sesungguhnya seseorang di
antara kamu yang berpagi-pagi dalam mencari rejeki, memikul kayu
kemudian bersedekah sebagian darinya dan mencukupkan diri dari
(meminta-minta) kepada orang lain, adalah lebih baik ketimbang
meminta-minta kepada seseorang, yang mungkin diberi atau ditolak.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
“Sebaik-baik nafkah adalah nafkah pekerja yang halal.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan berusaha”. (HR. Thabrani dan Baihaqi dari lbnu ‘Umar)
”Barangsiapa yang bekerja
keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang
dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Ada satu hadits yang sangat menarik, yang
meriwayatkan bahwa, pada suatu ketika Rasulullah SAW mengangkat dan
mencium tangan seorang lelaki yang sedang bekerja keras. Lantas beliau
bersabda: “Bekerja keras dalam usaha mencari nafkah yang halal adalah
wajib bagi setiap musalim dan muslimah”.
Semua hadist yang disebutkan di atas bermakna
memotivasi, memberi dorongan dan semangat kepada kaum Muslimin untuk
giat bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, agar
tidak menjadi hina lantaran membebani orang lain dengan menjadi parasit.
Sesungguhnya sebaik-baik makanan dan seseorang,
adalah makanan dari hasil keringatnya sendiri lantaran penuh dengan
berkah Allah SWT, yang akan menumbuhkan kehormatan diri serta
menjauhkannya dari kehinaan hidup.
Lain lagi dengan satu riwayat yang menyatakan bahwa
pada suatu ketika Ali bin Abi Thalib ra, diminta oleh seseorang untuk
mendoakannya agar banyak rejeki. Namun Ali ra menolak dan malah
berkata: “Saya tidak akan mendo’akanmu. Tapi carilah rejeki sebagimana
telah diperintahkan Allah Azza Wa Jalla kepadamu”.
Para Nabi Allah SWT adalah Pekerja Keras
Para Nabi yang merupakan manusia-manusia terbaik
pilihan Allah SWT, termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang selalu
bckerja keras, baik dalam mencari nafkah untuk diri sendiri dan
keluarganya, maupun untuk dijadikan teladan dan panutan bagi kaumnya.
Nabi Daud as adalah salah satu pengrajin daun kurma yang getol bekerja.
Dan menurut sebuah riwayat dari Hasyam bin ‘Urwah dari ayahnya, ketika
Nabi Daud as berkhutbah, tanpa rasa sungkan beliau menyatakan dirinya
sebagai pengrajin daun kurma untuk dibuat keranjang atau lainnya.
Bahkan kemudian beliau memberi saran kepada seseorang yang kebetulan
sedang menganggur, untuk membantunya menjualkan hasil pekerjaan
tangannya itu.
Nabi Idris as adalah penjahit, yang selalu
menyedekahkan kelebihan dari hasil usahanya setelah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat sederhana.
Nabi Zakaria as adalah tukang kayu. Sementara Nabi
Musa as adalah seorang pengembala. Sedang Nabi Muhammad SAW pedagang,
bahkan pekerjaan berdagang itu dilakukannya setelah ia bekerja sebagai
penggembala domba milik orang-orang Makkah.
Sabda Rasulullah SAW: “Tidaklah
Allah mengutus seorang Nabi kecuali dia adalah pengembala domba”. Para
sahabat pun bertanya: “Bagaimana dengan engkau, wahai RasululIah?”.
Beliau menjawab: “Ya, akupun pernah mengembala domba milik orang Makkah
dengan upah beberapa Qirat”. (HR. Bukhari)
Dalam sabdanya yang lain: R “Adam
adalah seorang petani, Nuh adalah seorang tukang kayu. Daud adalah
pembuat baju besi. Idris adalah seorang penjahit. Dan Musa adalah
pengembala”. (HHakim)
Bekerja Adalah Sabilillah
Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa; pada suatu
hari, ketika Rasulullah SAW sedang berjalan bersama dengan para
sahahat, tiba-tiha mereka menyaksikan seorang pemuda yang nampak gagah
perkasa sedang bekerja keras membelah kayu bakar. Dan para sahahat pun
berkomentar: “Celakalah pemuda itu. Mengapa keperkasaannya itu tidak
digunakan untuk Sabilillah (jalan Allah)?” Lantas, Rasulullah SAW
bersabda “Janganlah kalian berkata demikian. Sesungguhnya bila ia
bekerja untuk menghindarkan diri dari meminta-minta (mengemis), maka ia
berarti dalam Sabilillah. Dan jika ia bekerja untuk mencari nafkah
serta mencukupi kedua orang tuanya atau keluarganya yang lemah, maka
iapun dalam Sabilillah. Namun jika ia bekerja hanya untuk
bermnegah-megahan serta hanya untuk memperkaya dirinya, maka ia dalam
Sabilisy syaithan (jalan setan)”.
Dengan menyimak riwayat hadist tersebut di atas,
maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa baik atau buruknya serta
halal atau haramnya suatu pekerjaan, ternyata ditentukan dari niatnya.
Jika kita bekerja dengan maksud untuk menghindarkan diri dari
pengangguran misalnya, maka pekerjaan itu baik dan halal. Namun jika
tujuan kita bekerja hanya untuk mencari harta serta memperkaya diri
sendiri, maka pekerjaan yang kita lakukan itu merupakan pekerjaan hina
dan haram, sehingga wajib dijauhi.
Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya
Allah cinta kepada hamba-Nya yang mempunyai hutang usaha, dan siapa
saja yang bersusah payah serta bekerja keras mencari nafkah untuk
keluarganya, lantaran mereka seperti Fi Sabilillah (pejuang dijalan
Allah) ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad).
(Sumber:
Al ’Amal Fil Islam karya Izzuddin Khatib At Tamimi (terj.) Bisnis
Islam, alih bahasa H. Azwier Butun, Penerbit PT Fikahati Aneska Jakarta)